[Ulasan] : Islam dalam Diskursus Ideologi, Kultur dan Gerakan

Buku Islamku, Islam Anda, Islam Kita ini dimulai dengan uraian tentang bagaimana Gus Dur melihat Islam dalam diskursus ideologi, kultural dan gerakan dengan pertanyaan paling mendasar yang selama ini menjadi pemicu perdebatan paling populer di kalangan umat Islam terkait masalah keberagamaaan yang ideal, yakni: adakah sistem yang Islami?

Menurut Gus Dur, umumnya ada dua perspektif utama (dan saling berseberangan) dalam menyikapi permasalahan ini, di mana yang satu mengedepankan formalisme agama, sementara yang lain menekankan pada substansi beragama itu sendiri. Sumber permasalaahan utama dari perdebatan kedua kutub ini disebabkan oleh perbedaan penafsiran antara satu dengan yang lain.

Gus Dur mencontohkan penafsiran kata al-silmi dalam QS al-Baqarah ayat 128. Jika kata al-silmidalam ayat tersebut diterjemahkan sebagai Islam, maka keniscayaan untuk menjadikan Islam sebagai suatu entitas formal dengan menciptakan suatu sistem yang Islami pula—menjadi tak terhindarkan. Artinya, agama dengan demikian menjadi sebuah sistem menyeluruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Implikasi dari perspektif semacam ini menuntut adanya keharusan bagi warga dunia yang tidak menganut agama Islam untuk menjalankan kehidupan bernegara di bawah bingkai sistem Islami tersebut, sehingga secara otomatis posisi mereka dalam sebuah negara menjadi warga negara kelas dua. Hal ini juga akan berdampak bagi kaum muslimin nominal yang tidak menjalankan ajaran Islam secara keseluruhan (abangan) dibanding mereka yang menjalankan ajaran Islam secara penuh (kaum santri). Sebaliknya, apabila al-silmi dalam ayat tersebut diterjemahkan sebagai perdamaian, maka substansi dari ajaran Islam akan menunjuk pada entitas universal tanpa perlu dikontrol oleh sebuah sistem yang Islami, tetapi juga tetap aktif menerapkan ajaran-ajaran Islam di dalam kehidupan bernegara.

Lalu, bagaimana dengan adagium yang dikenal Islam “Tiada agama tanpa kelompok, tiada kelompok tanpa pimpinan, dan tiada pimpinan tanpa ketundukan”? Gusdur memandang bahwa tidak ada sesuatu dalam ungkapan tersebut yang menunjukkan secara spesifik adanya sebuah sistem Islami. Olehnya, setiap sistem diakui kebenarannya oleh ungkapan tersebut, asal ia memperjuangkan berlakunya ajaran Islam dalam kehidupan sebuah bangsa/negara. Dengan demikian, selama sebuah kawasan masih mengizinkan pengamalan ajaran-ajaran Islam secara bebas, maka tidak diperlukan adanya sebuah sistem negara yang “berbau agama”.

Kontradiksi penafsiran tentang agama sebagai sebuah sistem bernegara pada dua firman yang sering digunakan oleh penganjur “negera Islam”, yakni “Masukilah Islam/kedamaian secara keseluruhan (udkhulû fî alsilmi kâffah)” dan “Hari ini telah Ku-sempurnakan bagi kalian agama kalian, Ku-tuntaskan bagi kalian pemberian nikmat- Ku dan Ku-relakan bagi kalian Islam sebagai agama (al yauma akmaltu lakum dînakum wa atmamtu ‘alaikum nikmatî wa radhîtu lakum al-Islama dîinâ)” juga dikritisi oleh Gus Dur. Menurutnya, jika Islam diasumsikan sebagai suatu sistem hidup yang sempurna, dan kesempurnaan Islam ini hanya bisa terlaksana dengan mewujudkan sebuah sistem kenegaraaan yang “berbau agama”, maka umat Islam di seluruh dunia, di manapun dia berada (sekalipun di negara yang mayoritas nonmuslim), wajib mendirikan negara Islam di negara yang ia tinggali sebagai perintah agama yang tidak dapat ditawar. Pembangkangan terhadap perintah semacam itu, berarti pembangkangan yang harus dihukum dan ditindak. Kelalaian untuk melaksanakannya merupakan pengingkaran terhadap kewajiban agama. Utopia semacam ini menurut hemat penulis tidak pernah akan terwujud, sebab hampir tidak ada negara manapun di dunia ini yang penduduknya secara kuantitas seratus persen beragama Islam.

Tawaran Gus Dur atas permasalahan ini memang tidak mudah. Kita dituntut untuk memiliki kemampuan membedakan yang mana ranah personal dan yang mana ranah sosial. Maksudnya, kemampuan kita untuk menafsirkan perintah agama yang bersifat individu dan perintah agama kepada umat secara kolektif akan sangat menentukan cara kita membedakan universalitas dan partikularnya sebuah perintah. Sebagai contoh, dalam kitab suci al-Qurân terdapat sebuah ayat yang sangat penting yang berbunyi: Kalian kawinilah apa yang baik bagi kalian, daripada dua, tiga atau empat orang wanita (tetapi) jika kalian takut tidak dapat (bersikap) adil, maka hanya seorang(istri) saja (fa ankhû mâ thâba lakum matsnâ wa tsulâtsâ wa rubâ’a wa in khiftum an lâ ta’dilû fa wâhidah)” (QS al-Nisa (4): 3). 


Jelas ini lebih merupakan suatu perkenan, bukan perintah. Karena itu, ia bersifat perorangan dan tidak dapat digeneralisasi, sebab tentu tidak semua orang mampu berlaku adil (baik secara lahiriah maupun batiniah). Hal ini bisa kita lihat rangkaikan dengan kenyataan, siapakah yang menentukanpoligami itu adil? Kalau pihak lelaki, beberapa orangpun akan tetap adil, sedangkan bagi perempuan, masalah keadilan itu bersangkut paut dengan rasa keadilan secara normal, tentu lebih banyak kaum perempuan yang merasakan poligami itu tidak adil.

Contoh di atas hanyalah satu dari sekian banyak kenyataan yang dihadapi oleh umat Islam dalam kehidupan. Belum lagi jika kita diperhadapkan dengan permasalahan yang lebih kompleks dan tidak memiliki penjelasan dalam kitab suci. Dalam hal ini, Gus Dur memandang bahwa peran akal dan pikiran kita sangat besar dalam menentukan langkah-langkah ideal untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam ketimbang memaksakan formalisme agama. Pengamalan ajaran-ajaran Islam yang kaya akan nilai-nilai luhur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lebih diutamakan daripada mendirikan negara Islam.


Arifin Gobel


Penulis adalah Alumni Kelas Pemikiran Gusdur Gorontalo angkatan pertama
FB : Ipin Gobel
[Ulasan] : Islam dalam Diskursus Ideologi, Kultur dan Gerakan [Ulasan] : Islam dalam Diskursus Ideologi, Kultur dan Gerakan Reviewed by KGD Gorontalo on November 26, 2019 Rating: 5

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.