Keragaman Gender, Orientasi Seksualitas Dan Hak Asasi Manusia
Bertempat di aula kampus Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Gorontalo, dua puluh perserta dari berbagai latar belakang organisasi dan komunitas ikut Studi Keragaman Gender dan Seksualitas dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM), Minggu (27/Januari/2019). Agenda yang digagas Gusdurian Gorontalo tersebut menghadirkan dua narasumber diantaranya, Khanis Suvianita dari International Consortium for Religiuos Studies (ICRS) Yogyakarta dan Muhammad Djufryhard pegiat HAM di Gorontalo.
Kegiatan yang dilaksankan sehari tersebut bertujuan untuk menggali sejauh mana pengetahuan peserta terkait Keragaman Gender dan Seksualitas dalam Perspektif Ham. Selain itu, agenda ini bertujuan untuk memberikan pemahaman utuh terkait tema agenda tersebut.
Pada sesi pertama, Khanis Suvianita mengatakan bahwa saat ini kompleksitas keragaman gender dan seksualitas tidak terjelaskan dengan benar karena didahului oleh kecurigaan dan ketakutan. Pengetahuan mengenai keragaam gender dan seksualitas menjadi hal tabu yang tidak seharusnya diperbincangkan. Sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi tidak banyak yang dengan berani dan terbuka mengajarkan ataupun mendiskusikannya. Gender dan seks diessensialiskan dalam konstruksi biner yang permanen dan natural. Konsep abnormalitas dan sakit masih ditempelkan pada kelompok yang non-konformatif gender ini.
"Padahal keragaman gender dan seksualitas adalah realitas keseharian masyarakat kita yang sudah ada sejak lama," katanya.
DujfryHard, narassumber sesi kedua mengurai, Sejak tahun 2016, LGBT menjadi salah satu isyu sosial, politik dan agama yang menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Penolakan-penolakan terhadap keberadaan LGBT mulai terbuka dilakukan oleh berbagai kelompok khususnya kelompok konservatif yang meyakini gender dan tubuh sebagai biner dan permanen. Keberadaan LGBT pun kemudian dipolitasisasi untuk berbagai kepentingan politik. Gender dan seksualitas yang non-konformatif ini dinilai menyalahi dan menggangu agama serta nasionalisme. LGBT kemudian diposisi sebagai “musuh” dan kalangan militer meyakini LGBT sebagai proxy war yang akan menghancurkan bangsa.
"Homophobia dan transphobia pun semakin menguat di masyarakat. Begitu pula tindakan-tindakan persekusi yang (bisa jadi) memrepresentasikan phobia-phobia ini. Penyerangan terhadap LGBT semakin didukung oleh aparat negara dan kelompok-kelompok konservatif; baik tokoh-tokoh agama, para profesional dan masyarakat. Berbagai macam wacana LGBT sebagai “the other” dan “yang exclusive” dan “datang dari negeri barat” juga dikembangkan berbagai kalangan baik kelompok akademisi maupun kelompok profesional. LGBT menjadi sasaran target kebencian sekaligus ketakutan. Moral panic terjadi dimana-mana terhadap masalah LGBT. Serangan terhadap LGBT baik secara individual dan kelompok dilakukan secara terbuka dan terang-terangan," paparnya.
Djemi Radji, Koordinator Gusdurian Gorontalo mengatakan bahwa agenda ini pertama kali dilaksanakan oleh Gusdurian Gorontalo. Dimana kata Djemi, peserta yang ikut dapat lebih paham tentang keragaman gender dan seksuaitas. Selain itu, Peserta yang hadir juga mampu melihat sejauh mana posisi minoritas gender dihadapan hukum dan negara
"Apakah minoritas gender perlu diperlakukan sama dengan heteroseksual?, jawabanya ya harus sama. Sama-sama harus diperlakukan adil," ungkapnya.
Lebih jauh, Sekretaris PMII Cabang Kota Gorontalo periode 2007-2008 ini mengatakan bahwa saat ini, gerakan kelompok agama konservatif pun mulai menguat. Gerakan purifikasi semakin menguat dan menyebarluas keberbagai wilayah ditanah air. Kelompok-kelompok anak muda khususnya mahasiswa dan pelajar sekolah menengah akhir menjadi target sasaran pembinaan. Keberadaan orang-orang LGBT menjadi salah satu isyu yang dikembangkan, disebarluaskan sebagai ancaman. Visibilitas LGBT yang semakin terbuka dianggap sebagai ancaman yang akan merusak moral agama dan bangsa.
"Oleh karena itu, pemahaman pengetahuan tentang keragaman gender dan seksualitas perlu segera dipelajari bersama. Secara faktual ragam gender dan seksualitias bisa dijumpai di masyarakat. Selama ini Indonesia bagian timur tidak menjadi lingkaran tengah yang pengetahuan keragaman gender dan seksualitasnya terdokumentasikan. Juga belum banyak informasi terkait dengan pengetahuan ini didiskusikan bersama2", paparnya. (***)
Keragaman Gender, Orientasi Seksualitas Dan Hak Asasi Manusia
Reviewed by KGD Gorontalo
on
November 26, 2019
Rating:
No comments
Note: Only a member of this blog may post a comment.